Silahkan
Bermaksiat,,tapi..
Pada suatu hari, Ibrahim bin Adham
didatangi seorang lelaki yang gemar melakukan maksiat. Lelaki tersebut bernama
Jahdar bin Rabiah. Ia meminta nasehat kepada dirinya agar ia dapat menghentikan
perbuatan maksiatnya. Ia berkata, “Ya Aba Ishak, aku ini seorang yang suka
melakukan perbuatan maksiat. Tolong berikan aku cara yang ampuh untuk
menghentikannya.”
Setelah merenung sejenah, Ibrahim
berkata, “jika kau mampu melaksanakan lima syarat yang kuajukan, maka aku tidak
keberatan kau berbuat dosa.”
Tentu saja dengan penuh rasa ingin
tahu yang besar, Jahdar beratanya, “apa saja syarat-syarat ini, ya Aba Ishak?”
“Syarat pertama, jika kau
melaksanakan perbuatan maksiat, maka janganlah kau memakan rizki Allah”, ucap
Ibrahim.
Lelaki itu mengernyitkan dahinya
lalu berkata, “lalu aku makan dari mana? Bukankah segala sesuatu yang berada di
bumi ini adalah rizki Allah?”
“Benar”, jawab Ibrahim tegas. “Bila
kau telah mengetahuinya, masih pantaskah kau memakan rizki-Nya sementara kau
terus melakukan maksiat dan melanggar perintah-perintah-Nya?”
“Baiklah…”, jawab lelaki itu tampak
menyerah. “kemudian apa syarat yang kedua?”
“kalau kau bermaksiat kepada Allah,
janganlah kau tinggal di bumi-Nya”, kata Ibrahim lebih tegas lagi.
Syarat kedua ini membuat Jahdar
lebih kaget lagi. “Apa? Syarat ini lebih hebat lagi. Lalu aku harus tinggal di
mana? Bukankah bumi dengan segala isinya ini milik Allah?”
“Benar Abdullah. Karena itu
pikirkanlah baik-baik. Apakah kau masih pantas memakan rizki-Nya dan tinggal di
bumi-Nya sementara kau terus berbuat maksiat?”, tanya Ibrahim.
“Kau benar Aba Ishak”, ucap Jahdar
kemudian. “Lalu apa syarat ketiga?”, tanyanya dengan penasaran.
“Kalau kau masih juga bermaksiat
kepada Allah tetapi masih ingin memakan rizki-Nya dan tinggal di bumi-Nya, maka
carilah tempat yang tersembunyi agar tidak terlihat oleh-Nya.”
Syarat ini membuat lelaki itu
terkesima. “Ya Aba Ishak, nasehat macam apakah semua ini? Mana mungkin Allah
tidak melihat kita?”
“Bagus! Kalau kau yakin Allah selalu
melihat kita, tetapi kau masih terus memakan rizki-Nya, tinggal di buminya, dan
terus melakukan maksiat kepada-Nya. Pantaskah kau melakukan semua itu?”, Tanya
Ibrahim kepada lelaki yang masih tampak bengok itu. Semua ucapan itu membuat
Jahdar bin Rabiah tidak berkutik dan membenarkannya.
“Baiklah, ya Aba Ishak, lalu
katakana apa syarat yang keempat?”
“Jika malaikatul maut hendak
mencabut nyawamu, katakanlah kepadanya bahwa engkau belum mau mati sebelum
bertaubat dan melakukan amal shaleh.”
Jahdar termenung. Tampaknya ia mulai
menyadari semua perbuatan yang dilakukan selama ini. Ia kemudian berkata,
“tidak mungkin…tidak mungkin seua itu kulakukan.”
“Ya abdallah, bila kau tidak sanggup
mengundurkan hari kematianmu, lalu dengan cara apa kau dapat menghindari murka
Allah?”
Tanpa banyak komentar lagi, ia
bertanya sayarat yang kelima, yang merupakan syarat terakhir. Ibrahim bin Adham
untuk kesekian kalinya memberi nasehat kepada lelaki itu.
“Yang terakhir, bila malaikat
Zabaniyah hendak menggiringmu ke neraka di hari kiamat, janganlah kau bersedia
ikut dengannya dan menjauhlah!”
Lelaki yang ada dihadapan Ibrahim
bin Adham itu tampaknya tidak sanggup lagi mendengar nasehatnya. Ia menangis
penuh penyesalan. Dengan wajah penuh sesal, ia berkata, “cukup…cukup ya Aba
Ishak! Jangan kau teruskan lagi. Aku tidak sanggup lagi mendengarkannya. Aku
berjanji, mulai saat ini aku akan beristighfar dan bertaubat nasuha kepada
Allah.”
Lelaki itu memang menepati janjinya.
Sejak pertemuannya dengan Ibrahim bin Adham, ia benar-benar berubah. Ia mulai
menjalankan ibadah dan semua perintah-perintah Allah dengan baik dan khusyuk.
Kisah Pemuda Desa ...
Pada 07 juni 2014